Monday, January 20, 2014

prinsip keperawatan

AKUNTABILITAS

Tanggung gugat (akuntabilitas) ialah mempertanggungjawabkan prilaku dan hasil-hasilnya yang termasuk dalam lingkup peran profesional seseorang sebagaimana tercermin dalam laporan periodik secara tertulis tentang prilku tersebut dan hasil-hasilnya. Perawat bertanggunggugat terhadap dirinya sendiri, pasien, profesi, sesama karyawan dan mayarakat. Jika seorang perawat memberikan dosis obat yang salah kepada pasien, maka ia dapat digugat oleh pasien yang menerima obat tersebut, dokter yang memberikan instruksi, pembuat standar kerja dan masyarakat. Agar dapat bertanggung gugat perawat harus bertindak berdasarkan kode etik profesinya. Akuntabilitas dilakukan untuk mengevaluasi efektivitas perawat dalam melakukan praktek. Akuntabilitas bertujuan untuk :
1. Mengevaluasi praktisi-praktisi profesional baru dan mengkaji ulang praktisi-prakstisi yang sudah ada.
2. Mempertahankan standar perawatan kesehatan
3. Memberikan fasilitas refleksi profesional, pemikiran etis dan pertumbuhan pribadi sebagai bagian dari profeional perawatan kesehatan
4.Memberi dasar untukmebuat keputusan etis.
TANGGUNG GUGAT PADA SETIAP TAHAP PROSES KEPERAWATAN
1. Tahap pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan yang mempunyai tujuan mengumpulkan data.
Perawat bertanggunggugat untuk pengumpulan data/informasi, mendorong partisipasi pasien dan penentuan keabsahan data yang dikumpulkan. Pada saat mengkaji perawatbertanggung gugat untuk kesenjangan-kesenjangan dalam data atau data yang bertentangan, data yang tidak/kurang tepat atau data yang meragukan.
2. Tahap diagnosa keperawatan
DX merupakan keputusan profesional perawat menganalisa data dan merumuskan respon pasien terhadap masalah kesehatan baik aktual atau potensial.
Perawat bertanggunggugat untuk keputusan yang dibuat tentang masalah-masalah kesehatan pasien seperti peryataan diagnostik. Masalah kesehatan yang timbul pada apsien apakah diakui oleh pasien atau hanya perawat. Apakah perawat mempertimbangkan nilai-nilai, keyakinan dan kebiasan/kebudayan pasien pada waktu menentukan masalah-masalah kesehatan. Pada waktu membuat keputusan para perawat bertanggung gugat untukmempertimbangkan latar belakang sosial budaya pasien.
3. Tahap perencanaan
Perencanaan merupakan pedoman perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan, terdiri dari prioritas masalah, tujuan serta rencana kegiatan keperawatan.
Tanggung gugat yang tercakup pada tahap perencanaan meliputi : penentuan prioritas, penetapan tujuan dan perencanaan kegiatan-kegiatan keperawatn. Langkah ini semua disatukan kedalam rencana keperawatan tertulis yang tersedia bagi semua perawat yang terlibat dalam asuhan keperawatan pasien. Pada tahap ini perawat juga bertanggunggugat untuk menjamin bahwa prioritas pasien juga dipertibangkan dalam menetapkan prioritas asuhan.
4. Tahap implementasi
Implementasikeperawatan adalah pelaksanaan dari rencana asuhan keperawatan dalambentuk tindakan-tindakan keperawatan.
Perawat bertanggung gugat untuk semua tindakan yang dilakukannya dalam memberikan asuhan keperawatan. Tindakan-tindakan tersebut dapat dilakukan secara langsung atau dengan bekerjasama dengan orang lain atau dapat pula didelegasikan kepada orang lain. Meskipun perawat mendelegasikan suatu kegiatan kepada oranglain, perawat tersebut harus masih tetap bertanggung gugat untuk tindakan yang didelegasikan dan tindakan pendelegasiannya itu sendiri. Perawat harus dapat memberi jawaban nalar tentang mengapa kegiatan tersebut didelegasikan, mengapa orang itu yang dipilih untuk melakkan kegiatan tersebut dan bagaimana tindakan yang didelegasikan itu dilaksanakan. Kegiatan keperawatan harus dicata setelah dilaksanakan, oleh sebab itu dibuat catatan tertulis.
5. Tahap evaluasi
Evaluasi merupakan tahap penilaian terhadap hasil tindakan keperawatan yang telah diberikan, termasuk juga menilai semua tahap proses keperawatan.
Perawat bertanggung gugat untuk keberhasilan atau kegagalan tindakan keperawatan. Perawat harus dapat menjelaskan mengapa tujuan pasien tidak tercapai dan tahap mana dari proses keperawatan yang perlu dirubah dan mengapa ?

MALPRAKTIK
Malpraktik atau malpractice berasal dari kata ”mal” yang berarti buruk dan ”practice” yang berarti suatu tindakan atau praktik, dengan demikian malpraktek adalah suatu tindakan medis buruk yang dilakukan dokter dalam hubungannya dengan pasien. Menurut Black’s Law Dictionary mendefinisikan malpraktik sebagai “professional misconduct or unreasonable lack of skill” atau “failure of one rendering professional services to exercise that degree of skill and learning commonly applied under all the circumstances in the community by the average prudent reputable member of the profession with the result of injury, loss or damage to the recipient of those services or to those entitled to rely upon them”. Pengertian malpraktik di atas bukanlah monopoli bagi profesi medis, melainkan juga berlaku bagi profesi hukum (misalnya mafia peradilan), akuntan, perbankan, dan lain-lain. Pengertian malpraktik medis menurut World Medical Association (1992) adalah: “medical malpractice involves the physician’s failure to conform to the standard of care for treatment of the patient’s condition, or lack of skill, or negligence in providing care to the patient, which is the direct cause of an injury to the patient.”
Selain pengertian diatas definisi lain dari malparaktik adalah setiap kesalahan profesional yang diperbuat oleh dokter pada waktu melakukan pekerjaan profesionalnya, tidak memeriksa, tidak menilai, tidak berbuat atau meninggalkan hal-hal yang diperiksa, dinilai, diperbuat atau dilakukan oleh dokter pada umumnya didalam situasi dan kondisi yang sama (Berkhouwer & Vorsman, 1950), selain itu menurut Hoekema, 1981 malpraktik adalah setiap kesalahan yang diperbuat oleh dokter karena melakukan pekerjaan kedokteran dibawah standar yang sebenarnya secara rata-rata dan masuk akal, dapat dilakukan oleh setiap dokter dalam situasi atau tempat yang sama, dan masih banyak lagi definisi tentang malparaktik yang telah dipublikasikan. Dalam tata hukum indonesia tidak dikenal istilah malpraktik, pada undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan disebut sebagai kesalahan atau kelalaian dokter sedangkan dalam undang-undang No. 29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran dikatakan sebagai pelanggaran disiplin dokter. Sehingga dari berbagai definisi malpraktik diatas dan dari kandungan hukum yang berlaku di indonesia dapat ditarik kesimpulan bahwa pegangan pokok untuk membuktikan malpraktik yakni dengan adanya kesalahan tindakan profesional yang dilakukan oleh seorang dokter ketika melakukan perawatan medik dan ada pihak lain yang dirugikan atas tindakan tersebut.
Menurut Gunadi, J dapat dibedakan antara resiko pasien dengan kelalaian dokter (negligence) yang dapat dimintakan pertanggungjawaban pada dokter, resiko yang ditanggung pasien ada tiga macam yaitu :
1. Kecelakaan
2. Resiko tindakan medik (risk of treatment)
3. Kesalahan penilaian (error of judgement)
Masih menurut Gunadi, J masalah hukum sekitar 80% berkisar pada penilaian atau penafsiran. Resiko dalam tindakan medik selalu ada dan jika dokter atau penyedia layanan kesehatan telah melakukan tindakan sesuai dengan standar profesi medik dalam arti bekerja dengan teliti, hati-hati, penuh keseriusan dan juga ada informed consent (persetujuan) dari pasien maka resiko tersebut menjadi tanggungjawab pasien. Dalam undang-undang hukum perdata disana disebutkan dalam hal tuntutan melanggar hukum harus terpenuhi syarat sebagai berikut :
1. Adanya perbuatan (berbuat atau tidak berbuat)
2. Perbuatan itu melanggara hukum
3. Ada kerugian yang ditanggung pasien
4. Ada hubungan kausal antara kerugian dan kesalahan
5. Adanya unsur kesalahan atau kelalaian
Dalam beberapa kasus yang diajukan ke pengadilan masih terdapat kesulitan dalam menentukan telah terjadi malparaktik atau tidak karena dalam tatanan hukum indonesia belum diatur mengenai standar profesi dokter sehingga hakim cenderung berpatokan pada hukum acara konvensional, sedangkan dokter merasa sebagai seorang profesional yang tidak mau disamakan dengan hukuman bagi pelaku kriminal biasa, misalnya : pencurian atau pembunuhan. Sebagai insan yang berkecimpung di bidang asuransi kita berharap pemerintah lebih serius untuk mengatur permasalahan tersebut dengan menerbitkan produk hukum yang mengatur tentang standar profesi.

RESPONBILITAS

Resposibilitas (tanggung jawab) adalah eksekusi terhadap tugas-tugas yang berhubungan dengan peran tertentu dari perawat. Pada saat memberikan obat, perawat bertanggung jawab untuk mengkaji kebutuhan klien dengan memberikannya dengan aman dan benar, dan mengevaluasi respons klien terhadap obat tersebut. Perawat yang selalu bertanggung jawab dalam melakukan tindakannya akan mendapatkan kepercayaan dari klien atau dari profesi lainnya. Perawat yang bertanggung jawab akan tetap kompeten dalam pengetahuan dan keterampilannya, serta selalu menunjukkan keinginan untuk bekerja berdasarkan kode etik profesinya.

NEGLIGENCE

Kelalaian (negligentia Lat., dari neglegere, untuk mengabaikan, secara harfiah "tidak untuk mengambil sesuatu") adalah sebuah hukum konsep dalam common law sistem hukum yang banyak diterapkan dalam kasus-kasus kerugian mencapai kompensasi moneter (kerusakan) untuk dan mental cedera fisik (tidak kecelakaan).
Negligence is a type of tort or delict (also known as a civil wrong ). Kelalaian adalah jenis melawan hukum atau delik (juga dikenal sebagai sipil yang salah ). "Negligence" is not the same as "carelessness", because someone might be exercising as much care as they are capable of, yet still fall below the level of competence expected of them. "Kelalaian" adalah tidak sama dengan "kecerobohan", karena seseorang bisa berolahraga seperti perawatan sebanyak yang mereka mampu, namun masih berada di bawah tingkat kompetensi yang diharapkan dari mereka. It is the opposite of "diligence". Ini adalah kebalikan dari "ketekunan". It can be generally defined as conduct that is culpable because it falls short of what a reasonable person would do to protect another individual from foreseeable risks of harm. Hal ini dapat secara umum didefinisikan sebagai perilaku yang bersalah karena jatuh singkat dari apa yang orang yang wajar akan lakukan untuk melindungi lain individu dari risiko bahaya mendatang. In the words of Lord Blackburn , Dalam kata-kata Tuhan Blackburn ,
"those who go personally or bring property where they know that they or it may come into collision with the persons or property of others have by law a duty cast upon them to use reasonable care and skill to avoid such a collision." [ citation needed ] "Mereka yang pergi secara pribadi atau membawa properti di mana mereka tahu bahwa mereka atau mungkin masuk ke dalam tabrakan dengan orang atau milik orang lain memiliki hukum cast tugas kepada mereka untuk menggunakan sewajarnya dan keterampilan untuk menghindari tabrakan semacam itu." [ kutipan diperlukan ]
Through civil litigation, if an injured person proves that another person acted negligently to cause his injury, he can recover damages to compensate for his harm. Melalui proses pengadilan sipil, jika orang terluka membuktikan bahwa orang lain bertindak lalai menyebabkan cedera, dia dapat memulihkan kerusakan untuk mengimbangi membahayakan itu. Proving a case for negligence can potentially entitle the injured plaintiff to compensation for harm to their body, property, mental well-being, financial status, or intimate relationships. However, because negligence cases are very fact-specific, this general definition does not fully explain the concept of when the law will require one person to compensate another for losses caused by accidental injury. Membuktikan suatu kasus untuk kelalaian berpotensi dapat memberikan para penggugat terluka untuk kompensasi kerugian untuk tubuh mereka, properti, mental kesejahteraan, status keuangan, atau hubungan intim. Namun, karena kasus kelalaian yang sangat fakta-spesifik, definisi umum tidak sepenuhnya menjelaskan konsep tentang kapan hukum akan memerlukan satu orang untuk mengkompensasi lain untuk kerugian yang disebabkan oleh cedera. Further, the law of negligence at common law is only one aspect of the law of liability. Selanjutnya, hukum kelalaian pada hukum umum adalah hanya salah satu aspek dari hukum kewajiban. Although resulting damages must be proven in order to recover compensation in a negligence action, the nature and extent of those damages are not the primary focus of negligence cases. Meskipun kerusakan yang diakibatkan harus dibuktikan dalam rangka untuk memulihkan kompensasi dalam tindakan kelalaian, sifat dan tingkat kerusakan yang bukan fokus utama kasus kelalaian.


0 comments:

Post a Comment