BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Penyakit inflamasi pada system pencernaan sangat
banyak, diantaranya appendisitis . Appendisitis adalah suatu penyakit inflamasi
pada apendiks diakibanya terbuntunya lumen apendiks. Appendisitis disebabkan
terbuntunya lumen apendiks. dengan fecalit, benda asing atau karena terjepitnya
apendiks.
Insiden apendisitis akut lebih tinggi pada negara maju
daripada Negara berkembang, namun dalam tiga sampai empat dasawarsa terakhir
menurun secara bermakna, yaitu 100 kasus tiap 100.000 populasi mejadi 52 tiap
100.000 populasi. Kejadian ini mungkin disebabkan perubahan pola makan, yaitu
Negara berkembang berubah menjadi makanan kurang serat. Apendisitis termasuk
penyakit yang dapat dicegah apabila kita mengetahui dan mengerti ilmu tentang
penyakit ini. Seorang perawat memiliki peran tidak hanya sebagai care giver
yang nantinya hanya akan bisa memberikan perawatan pada pasien yang sedang
sakit saja. Tetapi, perawat harus mampu menjadi promotor, promosi kesehatan
yang tepat akan menurunkan tingkat kejadian penyakit ini.
B.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui definisi dan etiologi dari apendisitis
2.
Untuk mengetahui klasifikas dan patofisiologi dari
apendisitis
3.
Untuk mengetahui manifestasi klinis dari apendisitis
4.
Untuk mengetahui komplikasi dari apendisitis
5.
Untuk mengetahui pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang dari apendisitis
6.
Untuk mengetahui penatalaksanaan dari apendisitis
7.
Untuk mengetahui pathways dari apendisitis
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
1. Apendiksitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. (Mansjoer, 2000).
2. Apendiksitis adalah penyebab paling
umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dari rongga abdomen dan merupakan
penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat. (Smeltzer C. Suzanne (2001)
3. Apendiksitis
adalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tak berfungsi
terletak pada bagian inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis
adalah obstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan
mengikis mukosa menyebabkan inflamasi. ( Wilson & Goldman, 1989 )
4. Apendiksitis
adalah inflamasi pada apendiks yang disebabkan obstruksi, parasit, hyperplasia
limfoid atau mal fungsi pembekuan katup apendiks. ( Monahan, 1999, hal 1063 )
B. Etiologi
1. Menurut
Sjamsuhidayat, 2005
a. Penyumbatan
atau obstruksi pada lumen apendiks yang dapat disebabkan oleh hyperplasia
jaringan limfoid, fekalit (masa keras dari feses)
b. Tumor
apendiks
c. Cacing askaris
d. Erosi
mukosa apendiks karena parasit seperti E.histolytica
e. Kebiasaan
makan makanan rendah serat mengakibatkan Konstipasi.
Hal ini akan menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya
sumbatan fungsional apendiks dan
meningkatnya pertumbuhan kuman flora
kolon biasa. Semuanya ini mempermudah timbulnya apendisitis akut.
2. Menurut
Mansjoer, 2000 :
a. Hyperplasia
folikel limfoid
b. Fekalit
c. Benda
asing
d. Striktur
karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya
e. Neoplasma
3. Menurut
Markum, 1996 :
a. Fekalit
b. Parasit
c. Hyperplasia
limfoid
d. Obstruksi
apendiks
e. Makanan
rendah serat
C. Patofisiologi
Apendisitis
biasanya
disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks
oleh hiperplasia folikel
limfoid, fekalit, benda asing, striktur
karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Semakin lama mucus tersebut semakin banyak, namun elastisitas
dinding apendiks mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat
aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa.
Pada saat inilah terjadi apendisitis akut lokal yang
ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebkan obstruksi vena, edema bertambah,
dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut apendisitis
supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi
infark dinding apendiks yang
diikuti dengan gangren. Stadium
ini disebut dengan apendisitis
gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis
perforasi.Bila semua
proses diatas berjalan lambat, omentum
dan usus yang berdekatan
akan bergerak kearah apendiks hingga
timbul suatu massa lokal yang disebut
infiltrate apendikularis. Peradangan
pada apendiks tersebut dapat
menjadi abses atau menghilang.
Pada anak-anak, kerena omentum lebih
pendek dan apendiks lebih
panjang, maka dinding apendiks lebih
tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang
sehingga memudahkan terjadinya perforasi.
Sedangkan pada orang tua, perforasi
mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2000).
D. Manifestasi
Klinik
1. Menurut
Mansjoer, 2000 :
Gejala
awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar
(nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau periumbilikus.
Keluhan ini biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan terkadang muntah, dan
pada umumnya nafsu makan menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan
beralih ke kuadran kanan bawah, ke titik Mc Burney. Di titik ini nyeri terasa
lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri somatik setempat.
Namun terkadang, tidak dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrium. Terkadang
apendisitis juga disertai dengan demam derajat rendah sekitar 37,5 sampai 38,5
derajat celcius.
2. Menurut
Betz, Cecily, 2000 :
a. Sakit,
kram di daerah periumbilikus menjalar ke kuadran kanan bawah
b. Anoreksia
c. Mual
d. Muntah
e. Nyeri
lepas
f. Bising
usus menurun atau tidak ada sama sekali
g. Konstipasi
h. Diare
i.
Disuria
j.
Iritabilitas
E. Klasifikasi
1. Appendicitis Akut
a. Appendicitis Akut Sederhana (Cataral
Appendicitis)
Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa
disebabkan obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen appendiks dan terjadi
peningkatan tekanan dalam lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosa appendiks
jadi menebal, edema, dan kemerahan. Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah
umbilikus, mual, muntah, anoreksia, malaise, dan demam ringan. Pada
appendicitis kataral terjadi leukositosis dan appendiks terlihat normal,
hiperemia, edema, dan tidak ada eksudat serosa.
.
b. Appendicitis Akut Purulenta (Supurative
Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema
menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan
trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks.
Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks
menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi
eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia,
dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan
peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans
muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat
terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.
c. Appendicitis
Akut Gangrenosa
Bila
tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai terganggu
sehingga terjadi infrak dan ganggren. Selain didapatkan tanda-tanda supuratif,
appendiks mengalami gangren pada bagian tertentu. Dinding appendiks berwarna
ungu, hijau keabuan atau merah kehitaman. Pada appendicitis akut gangrenosa
terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan peritoneal yang purulen
d.
Appendicitis
Infiltrat
Appendicitis
infiltrat adalah proses radang appendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh
omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga membentuk gumpalan
massa flegmon yang melekat erat satu dengan yang lainnya.
e. Appendicitis Abses
Appendicitis
abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus), biasanya di
fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal, subcaecal, dan pelvic.
f. Appendicitis Perforasi
Appendicitis
perforasi adalah pecahnya appendiks yang sudah ganggren yang menyebabkan pus
masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum. Pada dinding
appendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik.
5. Appendicitis Kronis
Appendicitis
kronis merupakan lanjutan appendicitis akut supuratif sebagai proses radang
yang persisten akibat infeksi mikroorganisme dengan virulensi rendah, khususnya
obstruksi parsial terhadap lumen. Diagnosa appendicitis kronis baru dapat
ditegakkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah lebih
dari dua minggu, radang kronik appendiks secara makroskopik dan mikroskopik.
Secara histologis, dinding appendiks menebal, sub mukosa dan muskularis propia
mengalami fibrosis. Terdapat infiltrasi sel radang limfosit dan eosinofil pada
sub mukosa, muskularis propia, dan serosa. Pembuluh darah serosa tampak
dilatasi.
F. Pathways
OBSTRUKSI APENDIKS MAKANAN
RENDAH SERAT
Aliran mucus dari lumen Feces keras
Apendiks ke sekum konstipasi
Mucus bertambah tekanan intra lumen
Terbentuk bendungan
terjadi sumbatan pada apendiks
Peningkatan tekanan
intra lumen bakteri tumbuh & menginflamasi
Aliran limfe terhambat
Bakteri tumbuh dan
meninflamasi
APENDIKSITIS
Nyeri tumpul mual,
muntah
Nyeri
Akut BB menurun
anoreksia
perubahan status nutrisi kurang dari
kebutuhan
G. Komplikasi
apendisitis
1. perforasi apendiks
perforasi adalah pecahnya apendiks yang berisi pus
sehingga bakteri menyebar ke rongga perut. Perforasi, baik berupa perforasi
bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
2. Peritonitis
Peritonitis
adalah peradangan pada peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya yang dapat
terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada
permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas
peristaltic berkurang sampai timbul illeus paralitik, usus meregang, dan
hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi,
dan oligouria.
3. Abses
Abses
merupakan peradangan apendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di kuadran
kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon dan
berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi appendicitis
gangrene atau mikroperforasi ditutup oleh omentum.
4. Nyeri
tekan abdomen yang kontinyu
H. Pemeriksaan
Fisik
1. Inspeksi
Pada apendisitis akut sering ditemukan
adanya abdominal swelling, sehingga pada inspeksi biasa ditemukan distensi
perut.
2. Palpasi
Kecurigaan menderita apendisitis akan
timbul pada saat dokter melakukan palpasi perut dan kebahagian paha kanan. Pada
daerah perut kanan bawah seringkali bila ditekan akan terasa nyeri dan bila
tekanan dilepas juga akan terasa nyeri ( Blumberg sign ). Nyeri perut kanan
bawah merupakan kunci dari diagnosis apendisitis akut.
3. Terkadang
dokter akan melakukan pemeriksaan colok dubur untuk menentukan letak apendiks
bila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan colok dubur kemudian terasa
nyeri maka kemungkinan apendiks penderita terletak didaerah pelvis.
I. Pemeriksaan
Penunjang
Pemeriksaan
penunjang dapat dilakukan dengan
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap
pemeriksaan darah lengkap sebagian
besar pasien biasanya ditemukan jumlah leukosit diatas 10.000 dan neutrofil
diatas 75 %.
b. Test protein reactive ( CRP )
Pada pemeriksaan
CRP ditemukan jumlah serum yang mulai meningkat pada 6-12 jam setelah inflamasi
jaringan
2. Pemeriksaan
radiologi.
a. Ultrasonografi
Pemeriksaan
ultrasonogarafi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi
pada apendiks
b. CT-scan
Pada pemeriksaan
CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan apendicalith serta perluasan
dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran dari saekum
J. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
pasien dengan apendisitis akut meliputi :
1. Terapi medis
Pasien
diberikan antibiotik
2. Terapi bedah
a. Apendiktomi
terbuka merupakan operasi klasik pengangkatan apendiks. Mencakup Mc Burney,
Rocke-Davis atau Fowler-Weir insisi. Dilakukan diseksi melalui oblique
eksterna, oblique interna dan transversal untuk membuat suatu muscle spreading
atau muscle splitting, setelah masuk ke peritoneum apendiks
dikeluarkan ke lapangan operasi, diklem, diligasi dan dipotong. Mukosa yang
terkena dicauter untuk mengurangi perdarahan, beberapa orang melakukan inversi
pada ujungnya, kemudian sekum dikembalikan ke dalam perut dan insisi ditutup
b. Laparoskopik apendiktomi
Prosedurnya, port placement
terdiri dari pertama menempatkan port kamera di daerah umbilikus,
kemudian melihat langsung ke dalam melalui 2 buah port yang berukuran 5
mm. Ada beberapa pilihan operasi, pertama apakah 1 port diletakkan di kuadran
kanan bawah dan yang lainnya di kuadran kiri bawah atau keduanya diletakkan di
kuadran kiri bawah. Sekum dan apendiks kemudian dipindahkan dari lateral ke medial.
Berbagai macam metode tersedia untuk pengangkatan apendiks, seperti dectrocauter,
endoloops, stapling devices. Apendiks kemudian diangkat
dari abdomen menggunakan sebuah endobag. Laparoskopik apendiktomi mempunyai
beberapa keuntungan antara lain bekas operasinya lebih bagus dari segi kosmetik
dan mengurangi infeksi pascabedah..
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Apendisitis adalah
peradangan pada apendiks vermiformis dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini mengenai semua
umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki
berusia 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, 2000). Apendisitis termasuk penyakit yang
dapat dicegah apabila kita mengetahui dan mengerti ilmu tentang penyakit ini.
Seorang perawat memiliki peran tidak hanya sebagai care giver yang nantinya
hanya akan bisa memberikan perawatan pada pasien yang sedang sakit saja.
Tetapi, perawat harus mampu menjadi promotor, promosi kesehatan yang tepat akan
menurunkan tingkat kejadian penyakit ini. Penyebab apendisitis antara lain
disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen apendik, tumor apendiks, cacing
askaris, bakteri E. histolytica, makan makanan yang rendah serat.
DAFTAR PUSTAKA
www. harnawatiarjwordpress.com
Syamsuhidayat. R &
De Jong W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2 .Jakarta : EGC.
Sabiston, D.C. 1995.
Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC.
0 comments:
Post a Comment