A.
Pengertian
Serangan Jantung (infark miokardial) adalah suatu keadaan
dimana secara tiba-tiba terjadi pembatasan atau pemutusan aliran darah ke
jantung, yang menyebabkan otot jantung (miokardium) mati karena kekurangan
oksigen. Proses iskemik miokardium lama yang mengakibatkan kematian (nekrosis)
jaringan otot miokardium tiba-tiba. Infark Miokard Akut
(IMA) adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu.
Menurut Brunner & Sudarth, 2002
infark miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat suplai
darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang.Sedangkan
pengertian menurut Suyono, 1999 infark miokard akut atau sering juga disebut
akut miokard infark adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot jantung
terganggu.
Akut Miokard Infark
adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh karena sumbatan pada arteri
koroner (Hudak & Galo ; 1997). Sumbatan akut terjadi oleh karena adanya
aterosklerotik pada dinding arteri koroner sehingga menyubat aliran darah ke
jaringan otot jantung.
Infark
Miokard Akut adalah oklusi koroner akut disertai iskemia yang berkepanjangan
yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan sel dan kematian (infark) miokard.
Iskemia sendiri merupakan suatu keadaan transisi dan reversible pada miokard
akibat ketidakseimbangan antara pasokan dan ke butuhan miokard yang menyebabkan
hipoksia miokard.1, 6
B.
Etiologi
Serangan jantung (AMI) biasanya terjadi jika suatu sumbatan pada
arteri koroner menyebabkan terbatasnya atau terputusnya aliran darah ke suatu
bagian dari jantung.Jika terputusnya atau berkurangnya aliran darah ini
berlangsung lebih dari beberapa menit,maka jaringan jantung akan mati.Kemampuan
memompa jantung setelah suatu serangan jantung secara langsung berhubungan
dengan luas dan lokasi kerusakan jaringan (infark).
Jika lebih dari separuh jaringan jantung mengalami kerusakan, biasanya jantung
tidak dapat berfungsi dan kemungkinan terjadi kematian. Bahkan walaupun
kerusakannya tidak luas, jantung tidak mampu memompa dengan baik, sehingga
terjadi gagal jantung atau syok Jantung yang mengalami kerusakan bisa membesar,
dan sebagian merupakan usaha jantung untuk mengkompensasi kemampuan memompanya
yang menurun (karena jantung yang lebih besar akan berdenyut lebih kuat).
Jantung yang membesar juga merupakan gambaran dari kerusakan otot jantungnya
sendiri. Pembesaran jantung setelah suatu serangan jantung memberikan prognosis
yang lebih buruk.
C.
Faktor resiko
Infark Miokard Akut lebih banyak terjadi pada pria
dibandingkan
dengan wanita. Penyakit jantung koroner merupakan
salah satu faktor resiko yang sering terjadi pada infark miokard, selain itu
faktor resiko yang menyebabkan infark miokard seperti hipertensi, dislipidemia,
diabetes. Sejumlah faktor resiko lain yang berkaitan dengan gaya hidup pada
penyakit jantung koroner juga dapat menjadi faktor resiko dari infark miokard
seperti stres, obesitas, merokok, dan kurangnya aktivitas fisik.
Infark Miokard Akut dengan elevasi gelombang ST (
STEMI ) pada pemeriksaan Ekokardiografi umumnya terjadi jika aliran darah
koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik
yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara
lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang
waktu, STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada
lokasi injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi,
dan akumulasi lipid. 8, 11
D.
Patofisiologi
Kebanyakan pasien dengan infark miokard akut mencari pengobatan karena
rasa sakit didada. Namun demikian ,gambaran klinis bisa bervariasi dari pasien
yang datang untuk melakukan pemeriksaan rutin, sampai pada pasien yang merasa
nyeri di substernal yang hebat dan secara cepat berkembang menjadi syok dan
eadem pulmonal, dan ada pula pasien yang baru saja tampak sehat lalu tiba-tiba
meninggal. Serangan infark miokard biasanya akut, dengan rasa sakit seperti
angina,tetapi tidak seperti angina yang biasa, maka disini terdapat rasa
penekanan yang luar biasa pada pappa atau perasaan akan datangnya kematian.
Bila pasien sebelumnya pernah mendapat serangan angina ,maka ia prejudice bahwa
sesuatu yang berbeda dari serangan angina sebelumnya sedang berlangsung. Juga,
kebalikan dengan angina yang biasa, infark miokard akut terjadi sewaktu pasien
dalam keadaan istirahat ,sering pada jam-jam awal dipagi hari. Nitrogliserin
tidaklah mengurangkan rasa sakitnya yang bisa kemudian menghilang berkurang dan
bisa pula bertahan berjam-jam malahan berhari-hari.
Nausea dan vomitus merupakan penyerta rasa sakit tsb dan
bisa hebat, terlebih-lebih apabila diberikan martin untuk rasa sakitnya.Rasa
sakitnya adalah diffus dan bersifat mencekam, mencekik, mencengkeram atau
membor. Paling nyata didaerah subternal, dari mana ia menyebar kedua lengan,
kerongkongan atau dagu, atau abdomen sebelah atas (sehingga ia mirip dengan
kolik cholelithiasis, cholesistitis akut ulkus peptikum akut atau pancreatitis akut)
Terdapat laporan adanya infark miokard tanpa rasa sakit. Namun hila
pasien-pasien ini ditanya secara cermat, mereka biasanya menerangkan adanya
gangguan pencernaan atau rasa benjol didada yang samar-samar yang hanya sedikit
menimbulkan rasa tidak enak/senang. Sekali-sekali pasien akan mengalami rasa
napas yang pendek (seperti orang yang kelelahan) dan bukanya tekanan pada
substernal.Sekali-sekali bisa pula terjadi cekukan/singultus akibat irritasi
diapragma oleh infark dinding inferior. pasien biasanya tetap sadar ,tetapi
bisa gelisah, cemas atau bingung.
Syncope adalah jarang, ketidak sadaran akibat
iskemi serebral, sebab cardiac output yang berkurang bisa sekali-sekali
terjadi.Bila pasien-pasien ditanyai secara cermat, mereka sering menyatakan
bahwa untuk masa yang bervariasi sebelum serangan dari hari 1 hingga 2 minggu )
,rasa sakit anginanya menjadi lebih parah serta tidak bereaksi baik tidak
terhadap pemberian nitrogliserin atau mereka mulai merasa distres/rasa tidak
enak substernal yang tersamar atau gangguan pencernaan (gejala -gejala
permulaan /ancaman /pertanda). Bila serangan-serangan angina menghebat ini bisa
merupakan petunjuk bahwa ada angina yang tidak stabil (unstable angina) dan
bahwasanya dibutuhkan pengobatan yang lebih agresif.
Bila diperiksa, pasien sering memperlihatkan wajah pucat bagai abu dengan
berkeringat , kulit yang dingin .walaupun bila tanda-tanda klinis dari syok
tidak dijumpai. Nadi biasanya cepat, kecuali bila ada blok/hambatan AV yang
komplit atau inkomplit. Dalam beberapa jam, kondisi klinis pasien mulai
membaik, tetapi demam sering berkembang. Suhu meninggi untuk beberapa hari,
sampai 102 derajat Fahrenheid atau lebih tinggi, dan kemudian perlahan-lahan
turun ,kembali normal pada akhir dari minggu pertama.
Dua
jenis kelainan yang terjadi pada IMA adalah komplikasi hemodinamik dan aritmia.
Segera setelah terjadi IMA daerah miokard setempat akan memperlihatkan
penonjolan sistolik (diskinesia) dengan akibat penurunan ejection fraction, isi
sekuncup (stroke volume) dan peningkatan volume akhir distolik ventrikel kiri.
Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri naik dengan akibat tekanan atrium kiri
juga naik. Peningkatan tekanan atrium kiri di atas 25 mmHg yang lama akan
menyebabkan transudasi cairan ke jaringan interstisium paru (gagal jantung).
Pemburukan hemodinamik ini bukan saja disebakan karena daerah infark, tetapi
juga daerah iskemik di sekitarnya. Miokard yang masih relatif baik akan
mengadakan kompensasi, khususnya dengan bantuan rangsangan adrenergeik, untuk
mempertahankan curah jantung, tetapi dengan akibat peningkatan kebutuhan
oksigen miokard. Kompensasi ini jelas tidak akan memadai bila daerah yang
bersangkutan juga mengalami iskemia atau bahkan sudah fibrotik. Bila infark
kecil dan miokard yang harus berkompensasi masih normal, pemburukan hemodinamik
akan minimal. Sebaliknya bila infark luas dan miokard yang harus berkompensasi
sudah buruk akibat iskemia atau infark lama, tekanan akhir diastolik ventrikel
kiri akan naik dan gagal jantung terjadi. Sebagai akibat IMA sering terjadi
perubahan bentuk serta ukuran ventrikel kiri dan tebal jantung ventrikel baik
yang terkena infark maupun yang non infark.
Perubahan
tersebut menyebabkan remodeling ventrikel yang nantinya akan mempengaruhi
fungsi ventrikel dan timbulnya aritmia.
Perubahan-perubahan hemodinamik IMA ini tidak statis. Bila IMA makin tenang
fungsi jantung akan membaik walaupun tidak diobati. Hal ini disebabkan karena
daerah-daerah yang tadinya iskemik mengalami perbaikan. Daerah-daerah
diskinetik akibat IMA akan menjadi akinetik, karena terbentuk jaringan parut yang
kaku. Miokard sehat dapat pula mengalami hipertropi. Sebaliknya perburukan
hemodinamik akan terjadi bila iskemia berkepanjangan atau infark meluas.
Terjadinya penyulit mekanis seperti ruptur septum ventrikel, regurgitasi mitral
akut dan aneurisma ventrikel akan memperburuk faal hemodinamik jantung. Aritmia
merupakan penyulit IMA tersering dan terjadi terutama pada menit-menit atau
jam-jam pertama setelah serangan. Hal ini disebabkan oleh perubahan-perubahan
masa refrakter, daya hantar rangsangan dan kepekaan terhadap rangsangan. Sistem
saraf otonom juga berperan besar terhadap terjadinya aritmia. Pasien IMA
inferior umumnya mengalami peningkatan tonus parasimpatis dengan akibat
kecenderungan bradiaritmia meningkat, sedangkan peningkatan tonus simpatis pada
IMA inferior akan mempertinggi kecenderungan fibrilasi ventrikel dan perluasan
infark.
E.
Komplikasi
1.
Aritmia
Karena aritmia lazim ditemukan pada fase akut IMA, Hal ini
dapat pula dipandang sebagai bagian perjalanan penyakit ima. Aritmia perlu diobati
bila menyebabkan gangguan hemodinamik, meningkatkan kebutuhan oksigen miokard
dengan akibat mudahnya perluasan infack atau bila merupakan predisposisi
untuk terjadinya aritmia yang lebih gawat seperti
takikardia ventrikel, fibrilasi ventrikel atau asistol. Di lain pihak
kemungkinan efek samping pengobatan juga harus dipertimbangkan. Karena
prevalensi aritmia
terutama tersering pada 24 jam pertama sesudah serangan dan banyak berkurang
pada hari-hari berikutnya, jelaslah pada hari pertama IMA merupakan masa-masa
terpenting. Dalam kenyataannya penurunan angka-angka kematian IMA pada era
permulaan CCU terutama disebabkan karena pengobatan dan pencegahan aritmia yang
efektif di unit perawatan intensif penyakit jantung koroner.
2.
Bradikardia
Sinus
Umumnya disebabkan oleh vagotonia dan sering menyertai IMA
inferior atau posterior. Bila hal ini menyebabkan keluhan hipotensi, gagal
jantung atau bila disertai peningkatan intabilitas ventrikel diberi pengobatan
dengan sulfas atropin intravena.
3.
Irama
Nodal
Irama nodal umumnya timbul
karena protective escape mechanisme dan tak perlu diobati, kecuali bila amat
lambat serta menyebabkan gangguan hemodinamik. Dalam hal terakhir ini dapat
diberi atropin atau dipasang pacu jantung temporer.
4.
Asistolik
Pada keadaan asistolik harus
segera dilakukan resusitas kardiopulmonal serebral dan dipasang pacu jantung
transtorakal. Harus dibedakan dengan fibrilasi ventrikel halus karena pada
belakangan ini defribrilasi dapat menolong. Pemberian adrenalin dan kalsium
klorida atau kalsium glukonas harus dicoba.
5.
Takikardia
Sinus
Takikardia sinus ditemukan pada
sepertiga kasus IMA dan umumnya sekunder akibat peningkatan tonus saraf
simpatis, gagal jantung, nyeri dada, perikarditis dan lain-lain. Pengobatan
ditujukan kepada kelainan dasar. Sering berhasil hanya dengan memberi obat
analgesik. Takikardia sinus yang menetap akan meningkatan kebutuhan oksigen
miokard dan menyebabkan perluasan infark.
6.
Kontraksi
Atrium Prematur
Bila kontraksi atrium prematur jarang,
pengobatan tidak perlu. Kontraksi atrium prematur dapat sekunder akibat gagal
jantung atau dalam hal ini pengobatan gagal jantung akan ikut menghilangkan
kontraksi tersebut.
F.
Pemeriksaan penunjang
1.
Elektrokardiografi
Perubahan
elektro kardiogram(EKG)cukup
spesifik,tetapi tidak peka untuk
diagnosis IMA pada fase yang masih dini.penting diperhatikan
evolusi kelainan EKG(table
1).berdasarkan kelainan EKG IMA dibagi atas IMA dengan gelombang Q (biasanya di
tulis IMA saja) dan IMA non ngelombang Q (biasanya ditulis IMA-non C). Pada IMA
gelombang Q mula-mula terjadi elevansi segmen ST yang konveks pada hantaran
yang mencerminkan daerah IMA.kadang-kadang hal ini baru terjadi beberapa jam
setelah serangan.Depresi segmen ST yang resiprokal terjadi pada hantaran yang
berlawanan.elevasi segmen ST kemudian diikuti oleh terbentuknya gelombang Q
patologis yang menunjukan ima transmural.hal ini terjadi pada 24 jam pertama
IMA.berikutnya elevasi segmen ST akan berkurang dan gelombang T menjadi
terbalik (inversi). Keduanya dapat menjdi normal setelah beberapa hari
atau minggu,tetapi gelombang T tetap datar dan bila elevasi segmen ST menetap
dapat dipikirkan terjadinya aneurisma ventrikel. Gelombang T hiper akut ini
cepat menghilang karena kelainan gelombang
T segera diikuti oleh elevasi segmen ST,sehingga jarang ditemukan pada
rekaman EKG pertama kali setelah serangan. Secara kasar,luas IMA anterior dapat
diperkirakan berdasarkan banyaknya hantaran yang memperlihatkan kelinan klasik
IMA anterior (hantaran 1,aVL,V1,sampai V6).sebaliknya
tidak berlaku untukIMA anterior (hantaran II, III,aVF).IMA anterior
dikatakan septal bila kelainan ditemukan pada hantaran V1-V2,anterior bila
kelainan ditemukan pada hantaran V3-V4, anteroseptal bila kelainan ditemukan pada
hantaran V1-V4
antreolateral bila kelainan ditemukan pada hantaran 1, aVL, V5
dan V6 anteror luas bila ditemukan pada hantaran 1, aVL,
V1 sampai V6.dan
anterolateral tinggi bila kelainan terbatas pada hantaran 1 dan aVL. pada IMA posterior murni tampak gelombang R yang
tinggi pada hantaran V1-V2 dan gelombang Q patologis pada
hantaran posterior ( V7-V9).IMA ventrikel kanan
memperlihatkan kelainan EKG pada hantaran II, III, aVF, V3R
dan V4R.
Pada
IMA non Q tidak ada geklombang Q patologis hanya hanya dijumpai depresi segmen
ST dan inverse simetrik gelombang T. korelasi kelainan EKG dan IMA transmural
tidak sangat baik. IMA transmural sering dijumpai bila EKG memperlihatkan
gelombang Q patologis atau penurunan voltase
gelombang R.pada IMA subendokardial bisa dijumpai kelainan EKG berupa
gelombang Q patologis atau hanya
perubahan segmen ST atau gelombang T.oleh karena itu penamaan IMA yang rasional pada masa sekarang adalah IMA
dan gelombang Q dan IMA non gelombang Q dari pada penamaan IMA transmuaral dan
subendokardial.doagnosis IMA secara EKG
menjadi sulit bila ditemukan sindrom wolff. Frankinson-white,kardiomiopati
hipertrofik obstruktif,hipertrofi ventrikel kiri yang prominen dan emboli paru.IMA dapat
terjadi tanpa disertai perubahan EKG yang berarti.
2.
LABORATURIUM
peningkatan kadar enzim atau isoenzim
merupakan indikator spesifik IMA.pada
IMA enzim-enzim intrasel ini dikeluarkan
kedalm aliran darah. Kadar total enzim-enzim ini mencerminkan luas
IMA.pemeriksaan yang berulang diperlukan apalagi bila diagnosis IMA diragukan atau untuk mendeteksi
perluasan IMA. Enzim–enzim terpenting ialah keratin fosfokinase atau aspartat
amino tranferase (SGOT).laktat dehirogenase ( alfa-HBDH),dan isoenzim CPK –MB
(CK-MB).barbeda dengan SGOT dan LDH,nilai CPK tidak dipengaruhi oleh
adanya bendungan hati, sehingga lebih
diagnostic untuk IMA.walu demikian CPK terdapat banyak pada otot rangka ,
sehingga kadarnya dapat meningkatkan pada trauima otot seperti akibat guntikan
intramuscular,kardiversi atau devibrilasi yang berlainan.pemeriksaan isoenzim
CPK-MB lebih mendekati diagnosis, kerene bila tidask dilakukan kardi versi
berulang –ulng peningkatan isoenzim ini spesifik untuk kerusakan otot
jantung.CPK dan CPK-MB akan menentukan diagnosis kira-kira 6 jam setelah
serangan IMA, mencapai puncak setelah 24 jam dan kembali normal setelah 1 ½ - 2
hari.
SGOT
ditemukan di jantung,hati,ginjal,rangka dan otak.SGOT meningkatkan pada bendungan hati akibat gagal jantung,pada
IMA,SGOT meningkatkan setelah 8-12 jam,mencapai puncak setelah 36-48 jam dan
kembali normal 2 hari sampai 4 hari.
LDH
amat tidak spesifik dan meninggi bila ada kerusakan banyak jaringan tubuh.LDH
meningkat setelah 24 jam.mencapai puncak setelah 48-72 jam dan menjadi normal
setelah 7-10 hari.
G.
Penatalaksanaan
1.
Istirahat total.
2.
Diet makanan lunak/saring serta rendah garam (bila
gagal jantung).
3.
Pasang
infus dekstrosa 5% untuk persiapan pemberian
obat intravena.
4.
Atasi
nyeri
a.
Morfin
2,5-5 mg iv atau petidin 25-50 mg im, bisa diulang-ulang.
b.
Lain-lain
: nitrat, antagonis kalsium, dan beta bloker.
c.
oksigen
2-4 liter/menit.
d.
sedatif
sedang seperti diazepam 3-4 x 2-5 mg per oral. Pada
insomnia dapat ditambah flurazepam 15-30 mg.
5.
Antikoagulan
a.
Heparin
20.000-40.000 U/24 wad iv tiap 4-6 wad atau drip iv dilakukan atas indikasi
b.
Diteruskan
asetakumoral atau warfarin
c.
Streptokinase
/ trombolisis
6.
Pengobatan
ditujukan sedapat mungkin memperbaiki kembali aliran pembuluh darah koroner.
Bila ada tenaga terlatih, trombolisis dapat diberikan sebelum dibawa ke rumah
sakit. Dengan trombolisis, kematian dapat diturunkan sebesar 40%.
7.
Morfin
Morfin sangat efektif
mengurangi nyeri. Dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit
sampai dosis total 20 mg. Efek samping : konstriksi vena dan arteriolar melalui
penurunan simpatis, sehingga terjadipooling vena yang akan mengurangi curah
jantung dan tekanan arteri.1,4
8.
Penyekat beta
Tujuan pemberian penyekat beta adalah memperbaiki keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen miokard, mengurangi nyeri, mengurangi luasnya infark dan
menurunkan risiko kejadian aritmia vebtrikel yang serius.1, 4